Minggu, 13 Februari 2011

6. Dokumentasi Keperawatan Berbasis Komputer

Betulkah perawat adalah sebuah profesi?.. barangkali pertanyaan ini patut kita ajukan manakala melihat sebagian besar perawat hanya bekerja mengikuti rutinitas semata. Datang, baca laporan, lihat pasien, memberi obat, ambil sampel labolatorium, kirim pasien ke radiologi, setelah selesai duduk dan ngobrol sesama teman. Lebih miris saat perawat tidak tahu kondisi pasiennya ketika ada dokter atau tim kesehatan lain yang membutuhkan informasi tentang pasien. Atau untuk mencari informasi tersebut, perawat harus mencari-cari catatan pasiennya.... Kalau seperti ini kapan perawat akan maju?

Kita sudah sepakat bahwa keperawatan adalah sebuah pelayanan profesional, artinya ada kaidah yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah bukti fisik pelayanan keperawatan yang sesuai dengan standar. Bukti fisik ini berbentuk dokumentasi keperawatan yang juga sekaligus menjadi bukti akuntabilitas perawat terhadap asuhan yang telah diberikan kepada pasiennya.

Sayang, dokumentasi ini pun sering kali terbengkalai. Sebagian perawat melengkapi dokumentasi ketika pasien sudah pulang. Atau tidak semua kaidah dokumentasi dipatuhi sehingga kualitas dokumentasi keperawatan buruk. Hariyati (1999) dalam penelitian yang berjudul "Hubungan antara pengetahuan aspek hukum dari perawat dan karakteristik perawat terhadap kualitas dokumentasi keperawatan di RS X" menyimpulkan bahwa masih banyak perawat yang belum menyadari bahwa tindakan yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan dan banyak pihak yang menyebutkan bahwa kurangnya dokumentasi disebabkan karena tidak tahu apa yang harus dimasukkan (dicatat) dan bagaimana dokumentasi yang benar.

Kondisi tersebut barangkali dialami oleh sebagian besar perawat. Padahal konsep tentang mekanisme tanggung jawab dan tanggung gugat dalam keperawatan sudah termasuk dalam kurikulum pendidikan keperawatan, termasuk ilmu dokumentasi keperawatan. Disamping itu, dokumentasi keperawatan seringkali membutuhkan waktu yang cukup lama karena banyaknya informasi yang harus ditulis dan adanya pengulangan-pengulangan penulisan informasi yang sama.

Kesulitan tersebut barangkali tidak perlu terjadi saat kita mempunyai solusi dan menyadari pentingnya dokumentasi keperawatan. Dokumentasi keperawatan mempunyai makna penting ditinjau dari aspek hukum, kualitas pelayanan, komunikasi, keuangan, pendidikan, penelitian dan akreditasi (Nursalam, 2008). Singkatnya, banyak informasi yang bisa didapat dengan melaksanakan dokumentasi keperawatan yang benar, misalnya data penyakit pasien, angka morbiditas, angka mortalitas, lama hari rawat (length of stay/LOS), BOR, angka nosokomial, budget keperawatan dan informasi statistik lainnya yang sangat bermanfaat bagi manajer keperawatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan profesionalisme keperawatan.

Dewasa ini telah berkembang dokumentasi keperawatan berbasis komputer (Computer Based Nursing Documentation) yang menjadi pengganti Paper Based Documentation. Paper based documentation, disamping kelebihannya, mempunyai banyak kelemahan, diantaranya butuh motivasi yang kuat untuk menulis, kualitasnya rendah dan banyak keterbatasan (Ammenwerth, at all, 2003).

Sementara dokumentasi keperawatan berbasis komputer mempunyai lebih banyak keunggulan. (Lyden, 2008) dalam papernya yang berjudul "From Paper to Computer Documentation : One Easy Step?" menuliskan pengalamannya bahwa dokumentasi keperawatan berbasis komputer yang diterapkan di ICU dengan nama "The eICU system" mempunyai beberapa keuntungan diantaranya adalah lebih akurat, komplit (lengkap), legibel (dapat dipertanggungjawabkan) dan membutuhkan waktu yang lebih singkat.

Senada dengan Lyden, Menke, at all (2001) dalam penelitian yang berjudul "Computerized Clinical Documentation System (CDS) in the Pediatric Intensive Care Unit" mengatakan bahwa dibandingkan dengan paper based documentation, CDS lebih dapat dipertanggungjawabkan (legibel), lebih lengkap (komplit) dan memerlukan waktu yang lebih singkat. Disamping itu juga memperbanyak waktu untuk merawat pasien, menurunkan "medical errors", meningkatkan kualitas dokumentasi dan meningkatkan kesinambungan pelayanan.

Tentunya dokumentasi keperawatan berbasis komputer juga mempunyai kelemahan, diantaranya adalah kemampuan perawat dalam melaksanakan proses keperawatan dan keterampilan perawat menggunakan komputer (Ammenthwerth, at all, 2003).

Sistem informasi keperawatan berbasis komputer telah berkembang di beberapa negara seperti australia dan amerika. Beberapa rumah sakit di Jakarta dan kota-kota lainnya juga telah menerapkan dokumentasi keperawatan yang termasuk ke dalam sistem informasi keperawatan berbasis komputer. RS Banyumas contohnya, aplikasi sistem informasi keperawatan telah berdampak positif berupa meningkatnya penghargaan terhadap perawat. Tentunya ini adalah sebuah prestasi yang membanggakan sekaligus meningkatkan prestise (citra) perawat di mata profesi lain.

5. SISTEM INFORMASI KEPERAWATAN BERBASIS KOMPUTER

Seiring dengan globalisasi, perkembangan pengetahuan dan teknologi, pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga mulai berkembang. Perkembangan pengetahuan masyarakat membuat masyarakat lebih menuntut pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan.

Perawat sebagai salah satu tenaga yang mempunyai kontribusi besar bagi pelayanan kesehatan, mempunyai peranan penting untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dalam upaya peningkatan mutu, seorang perawat harus mampu melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar, yaitu mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi berikut dengan dokumentasinya.

Pendokumentasian Keperawatan merupakan hal penting yang dapat menunjang pelaksanaan mutu asuhan keperawatan. (Kozier,E. 1990). Selain itu dokumentasi keperawatan merupakan bukti akontabilitas tentang apa yang telah dilakukan oleh seorang perawat kepada pasiennya. Dengan adanya pendokumentasian yang benar maka bukti secara profesional dan legal dapat dipertanggung jawabkan

Masalah yang sering muncul dan dihadapi di Indonesia dalam pelaksanaan asuhan keperawatan adalah banyak perawat yang belum melakukan pelayanan keperawatan sesuai standar asuhan keperawatan. Pelaksanaan asuhan keperawatan juga tidak disertai pendokumentasian yang lengkap.
( Hariyati, RT., th 1999)

Saat ini masih banyak perawat yang belum menyadari bahwa tindakan yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan. Selain itu banyak pihak menyebutkan kurangnya dokumentasi juga disebabkan karena banyak yang tidak tahu data apa saja yang yang harus dimasukkan, dan bagaimana cara mendokumentasi yang benar.( Hariyati, RT., 2002)

Kondisi tersebut di atas membuat perawat mempunyai potensi yang besar terhadap proses terjadinya kelalaian pada pelayanan kesehatan pada umumnya dan pelayanan keperawatan pada khususnya. Selain itu dengan tidak ada kontrol pendokumentasian yang benar maka pelayanan yang diberikan kepada pasien akan cenderung kurang baik, dan dapat merugikan pasien

Pendokumentasian asuhan keperawatan yang berlaku di beberapa rumah sakit di Indonesia umumnya masih menggunakan pendokumentasian tertulis. Pendokumentasian tertulis ini sering membebani perawat karena perawat harus menuliskan dokumentasi pada form yang telah tersedia dan membutuhkan waktu banyak untuk mengisinya. Permasalahan lain yang sering muncul adalah biaya pencetakan form mahal sehingga sering form pendokumentasian tidak tersedia

Pendokumentasian secara tertulis dan manual juga mempunyai kelemahan yaitu sering hilang. Pendokumentasian yang berupa lembaran-lembaran kertas maka dokumentasi asuhan keperawatan sering terselip. Selain itu pendokumentasian secara tertulis juga memerlukan tempat penyimpanan dan akan menyulitkan untuk pencarian kembali jika sewaktu-waktu pendokumentasian tersebut diperlukan. Dokumentasi yang hilang atau terselip di ruang penyimpanan akan merugikan perawat. Hal ini karena tidak dapat menjadi bukti legal jika terjadi suatu gugatan hukum, dengan demikian perawat berada pada posisi yang lemah dan rentan terhadap gugatan hukum.

Di luar negri kasus hilangnya dokumentasi serta tidak tersedianya form pengisian tidak lagi menjadi masalah. Hal ini karena pada rumah sakit yang sudah maju seluruh dokumentasi yang berkaitan dengan pasien termasuk dokumentasi asuhan keperawatan telah dimasukkan dalam komputer. Dengan informasi yang berbasis dengan komputer diharapkan waktu pengisian form tidak terlalu lama, lebih murah, lebih mudah mencari data yang telah tersimpan dan resiko hilangnya data dapat dikurangi serta dapat menghemat tempat karena dapat tersimpan dalam ruang yang kecil yang berukuran 10 cm x 15 cm x 5 cm . Sistem ini sering dikenal dengan Sistem informasi manjemen.


Sistem informasi merupakan suatu kumpulan dari komponen-komponen dalam organisasi yang berhubungan dengan proses penciptaan dan pengaliran informasi. Sistem Informasi mempunyai komponen- komponen yaitu proses, prosedur, struktur organisasi, sumber daya manusia, produk, pelanggan, supplier, dan rekanan. (Eko,I. 2001).

Sistem informasi keperawatan adalah kombinasi ilmu komputer, ilmu informasi dan ilmu keperawatan yang disusun untuk memudahkan manajemen dan proses pengambilan informasi dan pengetahuan yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan (Gravea & Cococran,1989)

Sedangkan menurut ANA (Vestal, Khaterine, 1995) system informasi keperawatan berkaitan dengan legalitas untuk memperoleh dan menggunakan data, informasi dan pengetahuan tentang standar dokumentasi , komunikasi, mendukung proses pengambilan keputusan, mengembangkan dan mendesiminasikan pengetahuan baru, meningkatkan kualitas, efektifitas dan efisiensi asuhan keperawaratan dan memberdayakan pasien untuk memilih asuhan kesehatan yang diiinginkan. Kehandalan suatu sistem informasi pada suatu organisasi terletak pada keterkaitan antar komponen yang ada sehingga dapat dihasilkan dan dialirkan menjadi suatu informasi yang berguna, akurat, terpercaya, detail, cepat, relevan untuk suatu organisasi.

Sistem Informasi manajemen asuhan keperawatan sudah berkembang di luar negri sekitar tahun 1992, di mana pada bulan September 1992, sistem informasi diterapkan pada sistem pelayanan kesehatan Australia khususnya pada pencatatan pasien. (Liaw, T.,1993).

Pemerintah Indonesia sudah mempunyai visi tentang sistem informasi kesehatan nasional yaitu Informasi kesehatan andal 2010(Reliable Health Information 2010 ). (Depkes, 2001). Pada Informasi kesehatan andal tersebut telah direncanakan untuk membangun system informasi di pelayanan kesehatan dalam hal ini Rumah sakit dan dilanjutkan di pelayanan di masyarakat, namun pelaksanaannya belum optimal.

Sistem informasi manajemen keperawatan sampai saat ini juga masih sangat minim di rumah sakit Indonesia. Padahal sistem Informasi manajemen asuhan keperawatan mempunyai banyak keuntungan jika dilihat dari segi efisien, dan produktifitas.

Dengan sistem dokumentasi yang berbasis komputer pengumpulan data dapat dilaksanakan dengan cepat dan lengkap. Data yang telah disimpan juga dapat lebih efektive dan dapat menjadi sumber dari penelitian, dapat melihat kelanjutan dari edukasi ke pasien, melihat epidemiologi penyakit serta dapat memperhitungkan biaya dari pelayanan kesehatan.(Liaw,T. 1993). Selain itu dokumentasi keperawatan juga dapat tersimpan dengan aman. Akses untuk mendapat data yang telah tersimpan dapat dilaksanakan lebih cepat dibandingkan bila harus mencari lembaran kertas yang bertumpuk di ruang penyimpanan.

Menurut Herring dan Rochman (1990) diambil dalam Emilia, 2003: beberapa institusi kesehatan yang menerapkan system komputer, setiap perawat dalam tugasnya dapat menghemat sekitar 20-30 menit waktu yang dipakai untuk dokmuntasi keperawatan dan meningkat keakuratan dalam dokumentasi keperawatan.

Dokumentasi keperawatan dengan menggunakan komputer seyogyanya mengikuti prinsip-prinsip pendokumentasian, serta sesuai dengan standar pendokumentasian internasional seperti: ANA, NANDA,NIC (Nursing Interventions Classification, 2000).

Sistem informasi manajemen berbasis komputer dapat menjadi pendukung pedoman bagi pengambil kebijakan/pengambil keputusan di keperawatan/Decision Support System dan Executive Information System.(Eko,I. 2001) Informasi asuhan keperawatan dalam sistem informasi manajemen yang berbasis komputer dapat digunakan dalam menghitung pemakaian tempat tidur /BOR pasien, angka nosokomial, penghitungan budget keperawatan dan sebagainya. Dengan adanya data yang akurat pada keperawatan maka data ini juga dapat digunakan untuk informasi bagi tim kesehatan yang lain. Sistem Informasi asuhan keperawatan juga dapat menjadi sumber dalam pelaksanaan riset keperawatan secara khususnya dan riset kesehatan pada umumnya. (Udin,and Martin, 1997)

Sistem Informasi manajemen (SIM) berbasis komputer banyak kegunaannya, namun pemanfaatan Sistem Informasi Manajemen di Indonesia masih banyak mengalami kendala. Hal ini mengingat komponen-komponen yang ada dalam sistem informasi yang dibutuhkan dalam keperawatan masih banyak kelemahannya.

Kendala SIM yang lain adalah kekahawatiran hilangnya data dalam satu hard-disk. Pada kondisi tersebut hilangnya data telah diantisipasi sebagai perlindungan hukum atas dokumen perusahaan yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1997. Undang-undang ini mengatur tentang keamanan terhadap dokumentasi yang berupa lembaran kertas, namun sesuai perkembangan tehnologi, lembaran yang sangat penting dapat dialihkan dalam Compact Disk Read Only Memory (CD ROM). CD ROM dapat dibuat kopinya dan disimpan di lain tempat yang aman . Pengalihan ke CD ROM ini bertujuan untuk menghindari hilangnya dokumen karena peristiwa tidak terduga seperti pencurian komputer, dan kebakaran.

Memutuskan untuk menerapkan sistem informasi manajemen berbasis komputer ke dalam sistem praktek keperawatan di Indonesia tidak terlalu mudah. Hal ini karena pihak manajemen harus memperhatikan beberapa aspek yaitu struktur organisasi keperawatan di Indonesia, kemampuan sumber daya keperawatan, sumber dana, proses dan prosedur informasi serta penggunaan dan pemanfaatan bagi perawat dan tim kesehatan lain.

Bagaimana SIM keperawatan di Indonesia ? Sampai saat ini implementasi sistem informasi manajemen baik di rumah sakit maupun di masyarakat masih sangat minim, bahkan masih banyak perawat yang tidak mengenal apa sistem informasi manajemen keperawatan yang berbasis komputer tersebut. Namun seiring dengan perkembangan pengetahuan dan ilmu pengetahuan maka beberapa rumah sakit di Jakarta dan kota lain sudah menerapkan system informasi keperawatan yang berbasis komputer.

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia juga mempunyai kontribusi dalam pengembangan system informasi keperawatan. Fakultas ilmu keperawatan telah mempunyai soft-ware system informasi asuhan keperawatan dan system informasi dalam manajemen untuk manajer perawat. Media ini sangat berguna dalam menyokong proses pembelajaran yang menyiapkan peserta didik dalam menyongsong era globalisasi. Dengan mengikuti pembelajaran tersebut peserta didik diharapkan mampu bersaing , namun tentunya tak cukup hanya dalam proses proses pembelajaran di kuliah. Peserta didik harus terus belajar agar dapat mengikuti perkembangan ilmu dan tehnogi keperawatan. Bagaimana dengan anda, siapkah anda memasuki era tehnologi dan era globalisasi ?

PUSTAKA ACUAN

Carpenito. 1985. Nursing diagnosis application to clinical practice. J.B.
Lippincott Co.,. Philadephia .

Departemen Kesehatan. 2001. Kebijakan dan strategi Pengembangan Sistem Informasi
Kesehatan Nasional. Depkes. RI. Jakarta

Eko, I.R.2001. Manajemen Sistem Informasi dan Tehnologi Informasi.., Jakarta:
Kelompok Gramedia

Emiliana, 2003. Sistem informasi keperawatan berbasis komputer yang terintegrasi di
pelayanan kesehatan Sint Carolus, tidak dipublikasikan

Hafizurrachman, 2000. Sistem Informasi Manajemen di Rumah sakit dan
Pelayanan Kesehatan. Tidak dipublikasikan

Hariyati, S. T. 1999. Hubungan antara pengetahuan aspek hukum dari perawat
dan karakteristik perawat terhadap kualitas dokuemntasi keperawatan di
RS.Bhakti Yudha, Tidak dipublikasikan

Kozier, E. 1990. Fundamentals of Nursing. Addison Wesley Co., Redwood City.

Liaw, T.1993. The Computer Based Patient Record: An Historical Perpective. Diambil
dari http:// www.hisavic.aus.net/hisa/mag/nov93/the.htm. di akses 8 April 2001

Lindqvist, R. &Sjoden, P. (1998). Coping strategies and quality of life among
patient on CAPD. Journal of Advanced Nursing

Mc. Closkey. J . 1996. Nursing interventions classivication. Mosby-Year book,
Daverport

Priharjo, R. 1995. Praktik keperawatan profesional konsep dasar dan hukum.
EGC, Jakarta.

Swanburg, Rc & Swanburg R.J .2000. Introduction management & leadership for nurse
manager. Boston: James & Bartleett Publisher.

Udin and Martin. 1997. Core data set: importance to health service research, outcomes
research, and policy research. Journal computer in nursing. Vol 15. no 2 p. 38-42,
Lippincott-Raven Publisher

Vestal, K (1995). Nursing Management Consept and Issues.2nd Philadelphia:J.B Lippinct
Company

4. Pemanfaatan Tehnik Informasi Pada Riset keperawatan

Perkembangan teknologi informasi merupakan salah satu perkembangan peradaban manusia mengenai penyampaian informasi. Perkembangan ini dimulai sejak zaman pra sejarah sampai sekarang. Salah satu peran perawat adalah sebagai peneliti. Untuk itu, perawat perlu melakukan riset yang berhubungan isu-isu keperawatan, antara lain: praktik keperawtan, pendidikan keperawatan, dan administrasi keperawatan guna meningkatkan kemampuannya. Untuk memudahkan riset yang dilakukan maka perawat perlu memanfaatkan perkembangan teknologi informasi yang sudah ada baik dalam hal pengolahan data, penulisan, penyimpanan, atau pun publikasi hasil riset yang telah perawat lakukan.

Perkembangan teknologi informasi mulai merambah dunia keperawatan. Kebutuhan layanan kesehatan juga termasuk keperawatan yang cepat, efisien dan efektif menjadi tuntutan masyarakat modern saat ini. Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, istilah telemedicine, telehealth dan telenursing menjadi popular sebagai salah satu model layanan kesehatan.

Teknologi informasi dapat dimanfaatkan dalam bidang perkembangan riset keperawatan berbasis informatika kesehatan. Dapat juga digunakan dikampus dengan video conference, pembelajaran on line dan Multimedia Distance Learning. Pengolahan data dalam riset keperawatan perlu ketelitian, dengan perhitungan menggunakan teknologi informasi yang sudah ada maka kesalahan dalam perhitungan dapat diminimalkan agar dasar-dasar keilmuan yang nantinya akan menjadi landasan dalam kegiatan praktik klinik, pendidikan, dan menejemen keperawatan dapat diperkuat.
Penggunaan teknologi informasi dalam riset keperawatan juga untuk pendokumentasian hasil riset yang telah dilakukan. Setelah itu, perlu mempublikasikan hasil riset keperawatan sebagai ilmu untuk perawat lain dan masyarakat tentang hal yang berkaitan dengan isu keperawatan. Semua proses yang dibutuhkan dalam melakukan riset keperawtan pun akan lebih mudah dan efektif.
Seiring dengan pesatnya kebutuhan akan penggunaan teknologi informasi, perawat juga perlu berpartisipasi memanfaatkan teknologi yang sudah ada agar kegiatan yang dilakukan menjadi lebih efisien, salah satunya untuk riset keperawatan. Penggunaan teknologi informasi dalam riset keperawatan dapat digunakan untuk pengolahan data, penulisan hasil riset, penyimpanan, metode baru dalam pendokumentasian, peningkatan akses informasi, pengembangkan kemampuan pengambilan keputusan yang dapat membantu melakukan perubahan dalam profesionalisasi perawat serta publikasi hasil riset keperawatan.
Sebagai perawat yang mampu mengikuti perkembangan zaman, guna meningkatkan profesionalisme dan kemampuan maka pemanfaatan teknologi harus benar-benar digunakan untuk kegiatan yang dilakukan oleh perawat termasuk melakukan riset.

3. Peran Teknologi Informasi untuk Mendukung Manajemen Informasi Kesehatan di Rumah Sakit

A. Pendahuluan
Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah merambah ke berbagai sektor termasuk kesehatan. Meskipun dunia kesehatan (dan medis) merupakan bidang yang bersifat information-intensive, akan tetapi adopsi teknologi informasi relatif tertinggal. Sebagai contoh, ketika transaksi finansial secara elektronik sudah menjadi salah satu prosedur standar dalam dunia perbankan, sebagian besar rumah sakit di Indonesia baru dalam tahap perencanaan pengembangan billing system. Meskipun rumah sakit dikenal sebagai organisasi yang padat modal-padat karya, tetapi investasi teknologi informasi masih merupakan bagian kecil. Di AS, negara yang relatif maju baik dari sisi anggaran kesehatan maupun teknologi informasinya, rumah sakit rerata hanya menginvestasinya 2% untuk teknologi informasi.
Di sisi yang lain, masyarakat menyadari bahwa teknologi informasi merupakan salah satu tool penting dalam peradaban manusia untuk mengatasi (sebagian) masalah derasnya arus informasi. Teknologi informasi (dan komunikasi) saat ini adalah bagian penting dalam manajemen informasi. Di dunia medis, dengan perkembangan pengetahuan yang begitu cepat (kurang lebih 750.000 artikel terbaru di jurnal kedokteran dipublikasikan tiap tahun), dokter akan cepat tertinggal jika tidak memanfaatkan berbagai tool untuk mengudapte perkembangan terbaru. Selain memiliki potensi dalam memfilter data dan mengolah menjadi informasi, TI mampu menyimpannya dengan jumlah kapasitas jauh lebih banyak dari cara-cara manual. Konvergensi dengan teknologi komunikasi juga memungkinkan data kesehatan di-share secara mudah dan cepat. Disamping itu, teknologi memiliki karakteristik perkembangan yang sangat cepat. Setiap dua tahun, akan muncul produk baru dengan kemampuan pengolahan yang dua kali lebih cepat dan kapasitas penyimpanan dua kali lebih besar serta berbagai aplikasi inovatif terbaru. Dengan berbagai potensinya ini, adalah naif apabila manajemen informasi kesehatan di rumah sakit tidak memberikan perhatian istimewa. Artikel ini secara khusus akan membahas perkembangan teknologi informasi untuk mendukung manajemen rekam medis secara lebih efektif dan efisien. Tulisan ini akan dimulai dengan berbagai contoh aplikasi teknologi informasi, faktor yang mempengaruhi keberhasilan serta refleksi bagi komunitas rekam medis.

B. Aplikasi teknologi informasi untuk mendukung manajemen informasi kesehatan
Secara umum masyarakat mengenal produk teknologi informasi dalam bentuk perangkat keras, perangkat lunak dan infrastruktur. Perangkat keras meliputi perangkat input (keyboard, monitor, touch screen, scanner, mike, camera digital, perekam video, barcode reader, maupun alat digitasi lain dari bentuk analog ke digital). Perangkat keras ini bertujuan untuk menerima masukan data/informasi ke dalam bentuk digital agar dapat diolah melalui perangkat komputer. Selanjutnya, terdapat perangkat keras pemroses lebih dikenal sebagai CPU (central procesing unit) dan memori komputer. Perangkat keras ini berfungsi untuk mengolah serta mengelola sistem komputer dengan dikendalikan oleh sistem operasi komputer. Selain itu, terdapat juga perangkat keras penyimpan data baik yang bersifat tetap (hard disk) maupun portabel (removable disk). Perangkat keras berikutnya adalah perangkat outuput yang menampilkan hasil olahan komputer kepada pengguna melalui monitor, printer, speaker, LCD maupun bentuk respon lainnya.
Selanjutnya dalam perangkat lunak dibedakan sistem operasi (misalnya Windows, Linux atau Mac) yang bertugas untuk mengelola hidup matinya komputer, menhubungkan media input dan output serta mengendalikan berbagai perangkat lunak aplikasi maupun utiliti di komputer. Sedangkan perangkat aplikasi adalah program praktis yang digunakan untuk membantu pelaksanaan tugas yang spesifik seperti menulis, membuat lembar kerja, membuat presentasi, mengelola database dan lain sebagainya. Selain itu terdapat juga program utility yang membantu sistem operasi dalam pengelolaan fungsi tertentu seperti manajemen memori, keamanan komputer dan lain-lain.
Pada aspek infrastruktur, kita mengenal ada istilah jaringan komputer baik yang bersifat terbatas dan dalam kawasan tertentu (misalnya satu gedung) yang dikenal dengan nama Local Area Network maupun jaringan yang lebih luas, bahkan bisa meliputi satu kabupaten atau negara atau yang dikenal sebagai Wide Area Network (WAN). Saat ini, aspek infrastruktur dalam teknologi informasi seringkali disatukan dengan perkembangan teknologi komunikasi. Sehingga muncul istilah konvergensi teknologi informasi dan komunikasi. Perangkat PDA (personal digital assistant) yang berperan sebagai komputer genggam tetapi sarat dengan fungsi komunikasi (baik Wi-Fi, bluetooth maupun GSM) merupakan salah satu contoh diantaranya.
Perangkat keras (baik input, pemroses, penyimpan, maupun output), perangkat lunak serta infrastruktur, ketiga-tiganya memiliki potensi besar untuk meningkatkan efektivitas maupun efisiensi manajemen informasi kesehatan. Beberapa contoh penting yang akan diulas adalah (1)rekam medis berbasis komputer, (2) teknologi penyimpan portabel seperti smart card,(3) teknologi nirkabel dan (4) komputer genggam.
B.1. Rekam medis berbasis komputer (Computer based patient record)
Salah satu tantangan besar dalam penerapan teknologi informasi dan komunikasi di rumah sakit adalah penerapan rekam medis medis berbasis komputer. Dalam laporan resminya, Intitute of Medicine mencatat bahwa hingga saat ini masih sedikit bukti yang menunjukkan keberhasilan penerapan rekam medis berbasis komputer secara utuh, komprehensif dan dapat dijadikan data model bagi rumah sakit lainnya[1].
Pengertian rekam medis berbasis komputer bervariasi, akan tetapi, secara prinsip adalah penggunaan database untuk mencatat semua data medis, demografis serta setiap event dalam manajemen pasien di rumah sakit. Rekam medis berbasis komputer akan menghimpun berbagai data klinis pasien baik yang berasal dari hasil pemeriksaan dokter, digitasi dari alat diagnosisi (EKG, radiologi, dll), konversi hasil pemeriksaan laboratorium maupun interpretasi klinis. Rekam medis berbasis komputer yang lengkap biasanya disertai dengan fasilitas sistem pendukung keputusan (SPK) yang memungkinkan pemberian alert, reminder, bantuan diagnosis maupun terapi agar dokter maupun klinisi dapat mematuhi protokol klinik.
Gambar 1. Alert tentang permintaan lab yang berlebihan dalam salah satu model aplikasi rekam medis berbasis komputer
B.2. Teknologi penyimpan data portable
Salah satu aspek penting dalam pelayanan kesehatan yang menggunakan pendekatan rujukan (referral system) adalah continuity of care. Dalam konsep ini, pelayanan kesehatan di tingkat primer memiliki tingkat konektivitas yang tinggi dengan tingkat rujukan di atasnya. Salah satu syaratnya adalah adanya komunikasi data medis secara mudah dan efektif. Beberapa pendekatan yang dilakukan menggunakan teknologi informasi adalah penggunaan smart card (kartu cerdas yang memungkinkan penyimpanan data sementara). Smart card sudah digunakan di beberapa negara Eropa maupun AS sehingga memudahkan pasien, dokter maupun pihak asuransi kesehatan. Dalam smart card tersebut, selain data demografis, beberapa data diagnosisi terakhir juga akan tercatat. Teknologi penyimpan portabel lainnya adalah model web based electronic health record yang memungkinkan pasien menyimpan data sementara kesehatan mereka di Internet. Data tersebut kemudian dapat diakses oleh dokter atau rumah sakit setelah diotorisasi oleh pasien. Teknologi ini merupakan salah satu model aplikasi telemedicine yang tidak berjalan secara real time.
Aplikasi penyimpan data portabel sederhana adalah bar code (atau kode batang). Kode batang ini sudah jamak digunakan di kalangan industri sebagai penanda unik merek datang tertentu. Hal ini jelas sekali mempermudah supermarket dan gudang dalam manajemen retail dan inventori. Food and Drug Administration (FDA) di AS telah mewajibkan seluruh pabrik obat di AS untuk menggunakan barcode sebagai penanda obat. Penggunaan bar code juga akan bermanfaat bagi apotik dan instalasi farmasi di rumah sakit dalam mempercepat proses inventori. Selain itu, penggunaan barcode juga dapat digunakan sebagai penanda unik pada kartu dan rekam medis pasien.
Teknologi penanda unik yang sekarang semakin populer adalah RFID (radio frequency identifier) yang memungkinkan pengidentifikasikan identitas melalui radio frekuensi. Jika menggunakan barcode, rumah sakit masih memerlukan barcode reader, maka penggunaan RFID akan mengeliminasi penggunaan alat tersebut. Setiap barang (misalnya obat ataupun berkas rekam medis) yang disertai dengan RFID akan mengirimkan sinyal terus menerus ke dalam database komputer. Sehingga pengidentifikasian akan berjalan secara otomatis.
B. 3. Teknologi nirkabel
Pemanfaatan jaringan computer dalam dunia medis sebenarnya sudah dirintis sejak hampir 40 tahun yang lalu. Pada tahun 1976/1977, University of Vermon Hospital dan Walter Reed Army Hospital mengembangkan local area network (LAN) yang memungkinkan pengguna dapat log on ke berbagai komputer dari satu terminal di nursing station. Saat itu, media yang digunakan masih berupa kabel koaxial. Saat ini, jaringan nir kabel menjadi primadona karena pengguna tetap tersambung ke dalam jaringan tanpa terhambat mobilitasnya oleh kabel. Melalui jaringan nir kabel, dokter dapat selalu terkoneksi ke dalam database pasien tanpa harus terganggun mobilitasnya.
B. 4. Komputer genggam (Personal Digital Assistant)
Saat ini, penggunaan komputer genggam (PDA) menjadi hal yang semakin lumrah di kalangan medis. Di Kanada, limapuluh persen dokter yang berusia di bawah 35 tahun menggunakan PDA. PDA dapat digunakan untuk menyimpan berbagai data klinis pasien, informasi obat, maupun panduan terapi/penanganan klinis tertentu. Beberapa situs di Internet memberikan contoh aplikasi klinis yang dapta digunakan di PDA seperti epocrates. Pemanfaatan PDA yang sudah disertai dengan jaringan telepon memungkinkan dokter tetap dapat memiliki akses terhadap database pasien di rumahs akit melalui jaringan Internet. Salah satu contoh penerapan teknologi telemedicine adalah pengiriman data radiologis pasien yang dapat dikirimkan secara langsung melalui jaringan GSM. Selanjutnya dokter dapat memberikan interpretasinya secara langsung PDA dan memberikan feedback kepada rumah sakit.
C. Apa faktor keberhasilan penerapan rekam medis berbasis komputer?
Memang, hingga saat ini tidak ada satu rumah sakit di dunia yang dapat menerapkan konsep rekam medis elektronik yang ideal. Namun demikian, beberapa penelitian melaporkan karakteristik dan pengalaman rumah sakit dalam menerapkan rekam medis elektronik. Doolan, Bates dan James[2] mempublikasikan suatu studi tentang keberhasilan penerapan 5 rumah sakit utama di AS yang menerapkan rekam medis berbasis komputer dan mendapatkan penghargaan Computer-Based Patient Record Institute Davies’ Award. Kelimanya adalah :
1. LDS Hospital, Salt Lake City (LDSH) pada 1995
2. Wishard Memorial Hospital, Indianapolis (WMH) tahun 1997
3. Brigham and Women’s Hospital, Boston (BWH) tahun 1996
4. Queen’s Medical Center, Honolulu (QMC) in1999
5. Veteran’s Affairs Puget Sound Healthcare System, Seattle and Tacoma (VAPS) tahun 2000
Kelima rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan dengan jumlah tempat tidur bervariasi (dari 246-712 TT). Berdasarkan kepemilikan, 3 diantaranya merupakan rumah sakit swasta non profit (no 1, 3 dan 4), 1 merupakan rumah sakit daerah (nomer 2) dan 1 rumah sakit tentara (nomer 5).
Rekam medis elektronis telah diterapkan untuk mendukung pelayanan rawat inap, rawat jalan maupun rawat darurat. Berbagai hasil pemeriksaan laboratoris baik berupa teks, angka maupun gambar (seperti patologi, radiologi, kedokteran nuklir, kardiologi sampai ke neurologi sudah tersedia dalam format elektronik. Disamping itu, catatan klinis pasien yang ditemukan oleh dokter maupun perawat juga telah dimasukkan ke alam komputer baik secara langsung (dalam bentuk teks bebas atau terkode) maupun menggunakan dictation system. Sedangkan pada bagian rawat intensif, komputer akan mengcapture data secara langsung dari berbagai monitor dan peralatan elektronik. Sistem pendukung keputusan (SPK) juga sudah diterapkan untuk membantu dokter dan perawat dalam menentukan diagnosis, pemberitahuan riwayat alergi, pemilihan obat serta mematuhi protokol klinik. Dengan kelengkapan fasilitas elektronik, dokter secara rutin menggunakan komputer untuk menemukan pasien, mencari data klinis serta memberikan instruksi klinis. Namun demikian, bukan berarti kertas tidak digunakan. Dokter masih menggunakannya untuk mencetak ringkasan data klinis pasien rawat inap sewaktu melakukan visit. Di bagian rawat jalan, ringkasan klinis tersebut dicetak oleh staf administratif terlebih dahulu.
Meskipun menggunakan pendekatan, jenis aplikasi serta pengalaman yang berbeda-beda, namun secara umum ada kesamaan faktor yang faktor yang menentukan keberhasilan mereka dalam menerapkan rekam medis berbasis komputer, yaitu:
Leadership, komitmen dan visi organisasi
Leadership dari pimpinan rumah sakit merupakan faktor terpenting. Hal ini ditandai dengan komitmen jangka panjang serta visi sangat jelas. Seringkali klinisi senior yang menjadi leader dalam komputerisasi dan menjalin kerjasama dengan ahli informatika. Selanjutnya komitmen tersebut direalisasikan secara finansial maupun sumber daya manusia.
Bertujuan untuk meningkatkan proses klinis dan pelayanan pasien.
Kunci keberhasilan kedua pengembangan sistem merupakan investasi untuk memperbaiki dan meningkatkan proses klinis dan pelayanan pasien. Saat ini, seiring dengan isyu medical error dan patient safety, kebutuhan pengembangan IT menjadi semakin dominan.
Melibatkan klinisi dalam perancangan dan modifikasi sistem.
Di kelima rumah sakit tersebut, berbagai upaya dilakukan, baik formal maupun non formal untuk melibatkan dokter dan dalam perancangan dan modifikasi sistem. Dokter, perawat maupun tenaga kesehatan lain yang memiliki pengalaman informatik dilibatkan sebagai penghubung antara klinisi dan sistem informasi. Hal ini terutama sangat penting dalam merancangn sistem pendukung keputusan klinis. Salah satu manajer IT mengatakan bahwa “We had over 530 people involved, and doctors hired to help us design screens and everything. The doctors were very much part of the effort.”
Menjaga dan meningkatkan produktivitas klinis
Meskipun diakui bahwa penggunaan komputer menambah beban bagi dokter, tetapi rumah sakit menyediakan fasilitas yang sangat mendukung. Jaringan nir kabel disediakan agar dokter tetap dapat mengakses data secara mobile. Demikian juga, fasilitas Internet memungkinkan mereka memantau perkembangan pasien dari rumah. Komputer juga tersedia secara merata, untuk rawat jalan perbandingan tempat tidur dengan komputer antara 1:3-5, bahkan di LDS 1:1. Sedangkan di unit rawat jalan 1 ruang 1 komputer.
Menjaga momentum dan dukungan terhadap klinisi.
Salah satu dokter mengatakan bahwa “..We demonstrated and talked about it and evangelized the clinical staff that this was something good, something sexy, high tech and innovative and it was going to be expected to be utilized.” Karena kesemuanya adalah rumah sakit pendidikan, setiap residen diharuskan menggunakan komputer untuk mencatat perkembangan pasien. Akan tetapi, memelihara momentum agar dokter dapat menggunakan komputer secara langsung bervariasi, dari 3 tahunan hingga satu dekade.
Pengalaman di atas mengungkapkan bahwa penerapan IT untuk rekam medis merupakan effort yang luar biasa yang tercermin mulai dari leadership pimpinan, komitmen finansial dan SDM, tujuan organisasi, proses perancangan yang melelahkan, networking antara tenaga medis, non medis dan informatik hingga menjaga momentum.
D. Hambatan dan kendala
Namun demikian, tidak dipungkiri bahwa masih banyak kendala dalam penerapan teknologi informasi untuk manajemen kesehatan di rumah sakit. Jika masih dalam taraf pengembangan sistem informasi transaksi (misalnya data administratif, keuangan dan demografis) problem sosiokltural tidak terlalu kentara. Namun demikian, jika sudah sampai aspek klinis, tantangan akan semakin besar. Di sisi lain, persoalan kesiapan SDM seringkali menjadi pengganjal. Pemahaman tenaga kesehatan di rumah sakit terhadap potensi TI kadang menjadi lemah karena pemahaman yang keliru. Oleh karena itu penguatan pada aspek pengetahuan dan ketrampilan merupakan salah satu kuncinya. Disamping itu, tentu saja adalah masalah finansial. Tanpa disertai dengan bantuan tenaga ahli yang baik, terkadang investasi TI hanya akan memberikan pemborosan tanpa ada nilai lebihnya. Yang terakhir adalah kecurigaan terhadap lemahnya aspek security, konfidensialitas dan privacy data medis.
E. Menerapkan aplikasi
Bagaimana memilih dan menerapkan aplikasi teknologi informasi untuk manajemen kesehatan di rumah sakit?
Ini merupakan pertanyaan krusial yang harus dijawab. Melihat pada pengalaman di atas, kita harus mengembalikan kepada komitmen, visi dan leadership dari organisasi. Apakah ini hanya karena ikut-ikutan atau memang sudah tertuang dalam rencana stratejik rumah sakit? Selain itu, bagaimana implikasi biaya dan sumber daya manusia? Bagaimana menjalin kerjasama antar berbagai komponen di rumah sakit, baik tenaga medis maupun non medis?
Jika pertanyaan tersebut sudah dijawab, kita dapat memilih aplikasi yang sesuai dengan kemampuan organisasi. Langkah yang paling penting adalah pengembangan sistem informasi transaksional (data administratif dan klinis sederhana). Selanjutnya, pengembangan level kedua, yaitu sistem informasi manajemen dan sistem sistem informasi eksekutif(sistem pendukung keputusan) dapat dilakukan kemudian. Aplikasi SMS sebagai reminder bagi ibu hamil untuk memeriksakan secara tepat waktu juga meruapakan salah satu model SPK bagi pasien. Demikian juga model serupa agar jadwal imunisasi bagi balita tidak terlambat. Investasi yang diperlukan cukup dengan komputer yang telah diisi dengan database klinik pasien, nomer HP serta rule mengenai penjadwalan imunisasi. Penerapan jaringan wireless saat ini juga bukan investasi yang mahal. Dan masih seabreg inovasi lain yang dapat dikembangkan.
Dari konteks teknologi informasi dan komunikasi, dapat dikatakan bahwa pelbagai aplikasi sangat potensial sekali diterapkan di dunia medis. Akan tetapi kita harus memperhatikan bahwa hingga saat ini secara kultural, dunia medis, termasuk yang sudah menerapkan infrastruktur elektronik secara canggih sebagian besar transaksi informasi klinis masih berjalan secara face to face[3]. Sehingga tidak salah bila ada yang mengatakan bahwa keberhasilan sistem informasi di rumah sakit 90% merupakan masalah sosial kultural dan hanya 10% saja yang merupakan masalah informatika.
F. Penutup: refleksi bagi komunitas rekam medis
Mengingat pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang cukup pesat, komunitas rekam medis perlu memahami berbagai konsep serta aplikasi medical informatics (informatika kedokteran). Informatika kedokteran (kadang disebut juga informatika kesehatan) adalah disiplin yang terlibat erat dengan komputer dan komunikasi serta pemanfaatannya di lingkungan kedokteran dikenal sebagai informatika kedokteran (medical informatics)[4]. Dalam pengertian yang lebih rinci, Shortliffe mendefinisikan informatika kedokteran sebagai berikut: “Disiplin ilmu yang berkembang dengan cepat yang berurusan dengan penyimpanan, penarikan dan penggunaan data, informasi, serta pengetahuan (knowledge) biomedik secara optimal untuk tujuan problem solving dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu, informatika kedokteran bersentuhan dengan semua ilmu dasar dan terapan dalam kedokteran dan terkait sangat erat dengan teknologi informasi modern, yaitu komputer dan komunikasi. Kehadiran informatika kedokteran sebagai disiplin baru yang terutama disebabkan oleh pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan komputer, menimbulkan kesadaran bahwa pengetahuan kedokteran secara esensial tidak akan mampu terkelola (unmanageable) oleh metode berbasis kertas (paper-based methods).”[5]. Lingkup kajian informatika kedokteran meliputi teori dan terapan[6]. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa informatika kedokteran merupakan disiplin ilmu tersendiri.
Secara terapan, aplikasi informatika kedokteran meliputi rekam medik elektronik, sistem pendukung keputusan medik, sistem penarikan informasi kedokteran, hingga pemanfaatan internet dan intranet untuk sektor kesehatan, termasuk merangkaikan sistem informasi klinik dengan penelusuran bibliografi berbasis internet[7]. Dengan demikian, komunitas rekam medis akan memiliki wawasan yang luas mengenai prospek teknologi informasi serta mampu menjembatani klinisi (pengguna dan penyedia utama informasi kesehatan) dengan para ahli komputer (informatika) yang bertujuan merancang desain aplikasi dan sistem agar dapat menghasilkan produk aplikasi manajemen informasi kesehatan di rumah sakit yang lebih efektif dan efisien.
Referensi
[1] Tang PC, Hammond WE. A progress report on computerbased patient records in the United States. In Dick RS, Steen EB, Detmer DE (eds): The Computer-based Patient Record: An Essential Technology for Healthcare, 2nd ed. Washington, DC, National Academy Press, 1997, pp 1–20.
[2] Doolan, DF, Bates DW, James, BC. The Use of Computers for Clinical Care: A Case Series of Advanced U.S. Sites. J Am Med Inform Assoc. 2003;10:94–107.
[3] Coiera, E. Clarke, R. e-Consent: The Design and Implementation of Consumer Consent
Mechanisms in an Electronic Environment. J Am Med Inform Assoc. 2004;11:129–140.
[4] Shortliffe, E.H. Medical informatics meet medical education. 1995 (URL http://www-camis.stanford.edu/projects/smi-web/academics/jama-pulse.html)
[5] Shortliffe EH, Perreault, L.E., Wiederhold G, Fagan, L.M., eds. Medical Informatics: Computer Application in Health Care. Reading, MA: Addison-Wesley; 1990
[6] Greenes R.A., Shortliffe E.H. Medical informatics: An emerging academic discipline and institutional priority. JAMA 1990; 263:1115-1120
[7] Cimino, JJ. Linking Patient Information Systems to Bibliographic Resources. Meth Inform Res 1996; 35:122-6
*)disajikan dalam seminar rekam medis di Surakarta, Agustus 2005

2. SISTEM INFORMASI KEPERAWATAN DI PUSKESMAS

Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral pelayanan kesehatan yang professional. Pelayanan keperawatan berperan penting dalam upaya menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan secara umum. Sebagai bentuk konsekwensi pelayanan professional, pemberian pelayanan keperawatan yang dilakukan melalui proses asuhan keperawatan harus memiliki akuntabilitas sebagai wujud pertanggungjawaban terhadap profesi.
Pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan suatu upaya untuk menegakkan akuntabilitas profesi perawat , yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan . Namun hingga saat ini pendokumentasian asuhan keperawatan memiliki masalah yang cukup komplek, sehingga dibutuhkan berbagai strategi dan upaya pemecahan masalah pendokumentasian yang relevan dengan situasi pelayanan keperawatan di Indonesia.
Salah satu fasilitas yang memberikan pelayanan keperawatan adalah puskesmas. Pelayanan keperawatan puskesmas memiliki sasaran individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik dalam bentuk kegiatan yang salah satunya dilakukan di dalam dan di luar gedung berupa kunjungan rumah.
Sampai saat ini pendokumentasian dan pelaporan asuhan keperawatan di puskesmas belum berjalan dengan optimal, padahal kegiatan pelayanan keperawatan mungkin saja telah dilakukan secara adekuat di puskesmas, namun kegiatan keperawatan yang telah dilakukan tidak dapat memberikan konntribusi informasi yang optimal terhadap sistem kesehatan yang ada, termasuk pembuat kebijakan.
Pemerintah telah melakukan beberapa strategi untuk meningkatan efisiensi sistem informasi kesehatan di tingkat puskesmas yang salah satunya berupa pembentukan Sistem Informasi Puskesmas atau dikenal dengan SIMPUS. SIMPUS adalah salah satu bentuk inovasi sistem pencatatan dan pelaporan berbasis komputer. Namun, secara mendasar SIMPUS yang dikembangkan belum merangkum pendokumentasian asuhan keperawatan terutama kegiatan asuhan keperawatan di luar gedung atau dikenal dengan kunjungan rumah. Pendokumentasian yang berkembang saat ini ternyata belum dapat mengintegrasikan data dan informasi dari kegiatan pelayanan kunjungan rumah secara real time. Kegiatan kunjungan rumah yang telah dilakukan saat ini belum memberikan gambaran secara nyata tetang aktifitias/pelayanan keperawatan apa saja yang telah dilakukan perawat dan bagaimana dampaknya terhadap status kesehatan klien. Kondisi ini juga dapat berimplikasi pada lemahnya upaya monitoring dan evaluasi kegiatan dan pada tahap lanjut tidak dapat memberikan informasi yang dapat mendukung keputusan terhadap kegiatan kunjungan rumah.
Kondisi tersebut di atas, tentunya berhubungan dengan berbagai faktor mulai dari kebijakan yang yang belum menekankan pada utilisasi sistem informasi keperawatan berbasis komputer, sumber daya keperawatan yang belum kompeten di bidang teknologi informasi (IT) serta dibutuhkannya investasi pembiayaan yang relatif besar.
Dari beberapa survey di negara maju menyatakan bahwa kehadiran pendokumentasian asuhan keperawatan berbasis komputer secara umum dapat memberikan peningkatan efisiensi pembiayaan operasional pelaporan, peningkatan kecepatan pelaporan, dan ketepatan dalam pembuatan keputusan. Namun di pihak lain pendokumentasian asuhan keperawatan berbasis komputer dapat memberikan beban yang baru bagi perawat akibat ketidakkompetenan perawat dalam mengakses dan menggunakan sistem teknologi informasi yang ada.
Di Indonesia perkembangan sistem informasi keperawatan masih sangat terbatas. Keterlibatan perawat dalam mengembangkan sistem informasi mungkin dapat membantu mengidentifikasi berbagai aktifitas asuhan keperawatan melalui kunjungan rumah yang dapat dikembangkan melalui pendokumentasian berbasis komputerisasi.
Upaya ini telah dilakukan di beberapa negara dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan di luar gedung. Melalui pelaporan yang cepat dan tepat diharapkan dapat memberikan informasi evidence based tentang proses pelayanan kunjungan rumah yang telah dilakukan perawat.
Kondisi –kondisi di atas memberikan suatu pemikiran tentang suatu inovasi pendokumentasian aktifias kunjungan rumah berbasis teknologi. Tentunya pengembangan sistem pendokumentasian yang dilakukan harus dapat disesuaikan dengan karakteristik pengguna agar utilitas pengembangan sistem dapat memebrikan daya guna pada pengingkatan kualitas pelayanan keperawatan dan kesehatan.

1. SEJARAH PERKEMBANGAN KOMPUTER DALAM KEPERAWATAN

Komputer telah dikenal sekitar lima puluh tahun yang lalu, tetapi rumah sakit lambat dalam menangkap revolusi komputer. Saat ini hampir setiap rumah sakit menggunakan jasa komputer, setidaknya untuk manajemen keuangan.
Perawat terlambat mendapatkan manfaat dari komputer, usaha pertama dalam menggunakan komputer oleh perawat pada akhir tahun 1960-an dan 1970-an mencakup:
• Automatisasi catatan perawat untuk menjelaskan status dan perawatan pasien.
• Penyimpanan hasil sensus dan gambaran staf keperawatan untuk analisa kecenderungan masa depan staf.
Sistem pencatatan dengan menggunakan komputer diterapkan pertama kali di rumah sakit El Camino, California pada akhir tahun 1960-an. Di masa itu, komputer digunakan untuk mengolah seluruh data klien yang diperoleh selama klien dirawat di rumah sakit. Tahun 1970-an banyak institusi kesehatan yang mengembangkan Sistem Informasi Manajemennya (SIM) dengan menggunakan komputer. Seiring perkembangan praktik keperawatan, pada tahun 1980-an dibuat software khusus keperawatan untuk mempermudah pendokumentasian yang dikenal dengan istilah Computer-based Patient Record System (CPRS). Di tahun tersebut, microcomputer atau Personal Computer (PC) juga diciptakan. Hal tersebut menjadikan penggunaan komputer lebih mudah digunakan oleh perawat maupun praktisi kesehatan lainnya.




Perkembangan teknologi informasi dewasa ini di Indonesia belum secara luas dimanfaatkan dengan baik oleh perawat khususnya di pelayanan rumah sakit, terutama pelayanan keperawatan.
Tenaga perawat sebagai salah satu tenaga yang mempunyai kontribusi besar bagi pelayanan kesehatan, mempunyai peranan penting untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, seorang perawat harus mampu melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar, yaitu dari mulai pengkajian sampai dengan evaluasi dan yang sangat penting adalah disertai dengan sistem pendokumentasian yang baik. Namun pada realitanya dilapangan, asuhan keperawatan yang dilakukan masih bersifar manual dan konvensional, belum disertai dengan sistem /perangkat tekhonolgi yang memadai. Contohnya dalam hal pendokumentasian asuhan keperawatan masih manual, sehingga perawat mempunyai potensi yang besar terhadap proses terjadinya kelalaian dalam praktek. Dengan adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, maka sangat dimungkinkan bagi perawat untuk memiliki sistem pendokumentasian asuhan keperawatan yang lebih baik dengan menggunakan Sistem Informasi Manajemen.
Salah satu bagian dari perkembangan teknologi dibidang informasi yang sudah mulai dipergunakan oleh kalangan perawat di dunia internasional adalah teknologi PDA ( personal digital assistance. Di masa yang akan datang, pelayanan kesehatan akan dipermudah dengan pemanfaatan personal digital assistance (PDA). Perawat, dokter, bahkan pasien akan lebih mudah mengakses data pasien serta informasi perawatan terakhir.
Definisi PDA (Personal Digital Assistants) menurut Wikipediaadalah sebuah alat komputer genggam portable, dan dapat dipegang tangan yang didesain sebagai organizer individu, namun terus berkembang sepanjang masa. PDA memiliki fungsi antara lain sebagai kalkulator, jam, kalender, games, internet akses, mengirim dan menerima email, radio, merekam gambar/video, membuat catatan, sebagai address book, dan juga spreadsheet. PDA terbaru bahkan memiliki tampilan layar berwarna dan kemampuan audio, dapat berfungsi sebagai telepon bergerak, HP/ponsel, browser internet dan media players. Saat ini banyak PDA dapat langsung mengakses internet, intranet dan ekstranet melalui Wi-Fi, atau WWAN (Wireless Wide-Area Networks). Dan terutama PDA memiliki kelebihan hanya menggunakan sentuhan layar dengan pulpen/ touch screen.7)
Perusahaan Apple Computer-lah yang pertama kali mengenalkan PDA model Newton MessagePad di tahun1993. Setelah itu kemudian muncul beragam perusahaan yang menawarkan produk serupa seperti yang terpopuler adalah PalmOne (Palm) yang mengeluarkan seri Palm Pilots from Palm, Inc dan Microsoft Pocket PC (Microsoft). Palm menggunakan Palm Operating System (OS) dan melibatkan beberapa perusahaan seperti Handspring, Sony, and TRG dalam produksinya . Microsoft Pocket PC lebih banyak menggunakan MS produk, yang banyak diproduksi oleh Compaq/Hewlett-Packard and Casio. 9) Bahkan saat ini juga telah muncul Linux PDA, dan smart phone.. Di masa yang akan datang, pelayanan kesehatan akan dipermudah dengan pemanfaatan personal digital assistance (PDA). Dokter, mahasiswa kedokteran, perawat, bahkan pasien akan lebih mudah mengakses data pasien serta informasi perawatan terakhir. “Aplikasi klinis yang banyak digunakan selama ini adalah referensi tentang obat/drug reference.
Bahkan sebuah PDA dengan pemindai bar code/gelang data, saat ini sudah tersedia. PDA semacam ini memungkinkan tenaga kesehatan untuk memindai gelang bar code/gelang data pasien guna mengakses rekam medis mereka, seperti obat yang tengah dikonsumsi, riwayat medis, dan lain-lain. Selain itu, informasi medis tersebut dapat pula diakses secara virtual di mana pun kapan pun, dengan bandwidth ponsel yang diperluas atau jaringan institusional internet nirkabel kecepatan tinggi yang ada di rumah sakit. Di samping itu data pasien atau gambar kondisi/penyakit pasien dapat didokumentasikan, untuk tujuan pengajaran atau riset, demi meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Meski demikian, PDA tidak akan dapat menggantikan komputer/dekstop/laptop. Tetapi setidaknya, alat ini akan memberikan kemudahan tenaga kesehatan untuk mengakses informasi di mana saja.
Fungsi bantuan PDA untuk kita sebagai perawat adalah perawat dapat mengakses secara cepat informasi tentang obat, penyakit, dan perhitungan kalkulasi obat atau perhitungan cairan IV fluid/infus; perawat dapat menyimpan data pasien, membuat grafik/table, mengefisiensikan data dan menyebarluaskannya; perawat dapat mengorganisasikan data, mendokumentasikan intervensi keperawatan dan membuat rencana asuhan keperawatan; PDA dapat menyimpan daftar nama, email, alamat website, dan diary/agenda harian; PDA sangat berguna untuk program pembelajaran keperawatan; meningkatkan keterlibatan dan hubungan pasien-perawat. Apabila pasien dan perawat memiliki PDA, aplikasi komunikasi keperawatan tingkat mutahir dapat diterapkan, yang tidak lagi menonjolkan peran tatap muka hubungan interaksi perawat-pasien (telenursing). PDA dapat menunjang pengumpulan data base pasien dan RS, yang berguna untuk kepentingan riset dalam bidang keperawatan. Sudah selayaknya institusi pendidikan keperawatan sebaiknya memberikan penekanan penting dalam kurikulumnya, untuk mulai mengaplikasikan “touch” over “tech” (sentuhan tehnologi dalam bidang keperawatan). Sehingga saat si perawat tersebut telah lulus, mereka dapat mengintegrasikan tehnologi dalam asuhan keperawatan.
Dengan adanya komputer dan PDA di tempat kerja perawat, dapat meningkatkan produktivitas, mengurangi kesalahan serta kelalaian/negligence, meningkatkan mutu perawatan kepada pasien, dan meningkatkan juga kepuasan kerja perawat. Sebagian besar perawat secara umum masih “gaptek” tehnologi, termasuk PDA. Kita bisa memulai bergabung dengan grup penggermar PDA dan masuk dalam kelompok/komunitas, atau dapat pula belajar dari para dokter, membuka website tutorial/panduan PDA, mempelajari dari buku dan dari perawat lain yang telah terbiasa menggunakan PDA. Mulailah mencoba dari hal yang sederhana seperti agenda harian, organizer, mengambil/upload gambar, games, musik, dsb.
Pemanfaatan PDA dan tehnologi pada akhirnya berpulang kepada perawat itu sendiri. Namun sudah semestinya diharapkan keterlibatan institusi rumah sakit atau pendidikan keperawatan, agar mampu merangsang pemanfaatan tehnologi informasi/nursing computer secara luas di negara kita. Di Indonesia seyogyanya akan lebih baik jika dosen/CI (clinical instructor) dari institusi pendidikan AKPER/STIKES/FIK mulai mengenal pemanfaatan PDA, dalam interaksi belajar mengajar. Misalnya saja saat pre/post conference pembahasan kasus praktek mahasiswa di RS apabila terdapat obat/tindakan keperawatan yang rumit, maka dosen dan mahasiswa dapat langsung akses browser internet.
Demikian pula halnya di level manajer keperawatan setingkat Kepala bidang Keperawatan/supervisor keperawatan di RS pun demikian. PDA sebagai organizer, dan smart phone dapat membantu bidang pekerjaan perawat dalam peran sebagai manajer. Setiap kegiatan rapat, pengambilan keputusan, penggunaan analisa data dan teori keperawatan dapat diakses segera melalui PDA. Setiap data yang ada di RS dapat pula bermanfaat untuk bahan analisa riset keperawatan, masukkan untuk perumusan kebijakan/policy dan penunjang sistem TI (tehnologi informasi) di RS. Sehingga bukan tidak mungkin akan tercipta nursing network (jaringan keperawatan online) yang dapat memberikan pertukaran informasi data dan program kesehatan secara online tanpa mengenal batas geografis.
Akan ada saatnya dimana keperawatan, perawat, klien, asuhan keperawatan akan bersinggungan dan berjalan seiringan dengan perkembangan percepatan tehnologi. Sentuhan asuhan keperawatan dimasa mendatang bukan tidak mungkin, akan semakin banyak berkembang pesat. Aplikasi telemetry (alat monitor jantung pasien) di ruang rawat semisal medikal pada pasien jantung koroner/MI, yang dimonitor melalui CCU untuk melihat irama dan patologi, sistem data base pasien, dan bahkan di Singapura telah dikembangkan alat pengukuran suhu pasien dengan dimonitor melalui komputer – menjadi terobosan baru yang perawat perlu ketahui. Hingga ada saatnya pula tehnologi informatika dapat membantu mengurangi beban kerja perawat, dan meningkatkan akurasi hasil asuhan keperawatan yang diberikan di Indonesia.
Perkembangan pemanfaatan PDA di dunia keperawatan Indonesia nampaknya masih sangat minim, berbeda dengan di luar negeri yang sudah berkembang pesat. Kemungkinan faktor penghambatnya yaitu kurang terpaparnya perawat Indonesia dengan teknologi informatika khususnya PDA, masih bervariasinya tingkat pengetahuan dan pendidikan perawat, dan belum terintegrasinya sistem infirmasi manajemen berbasis IT dalam parktek keperawatan di klinik. Mungkin perlu ada terobosan-terobosan dari organisasi profesi perawat bekerjasama dengan institusi pelyanan kesehatan untuk lebih mengaplikaskan lagi sistem informasi manajemen berbasis IT dalam memberikan pelayanan ke pasien. Semula memang terasa menyulitkan dan membutuhkan waktu lebih lama saat menerapkan program tersebut. Namun setelah terbiasa terasa sangat membantu perawat sehingga mengurangi administrasi kertas kerja dalam asuhan keperawatan. Seperti contohnya, perawat tidak perlu lagi mengisi format tanda vital/vital signs pasien (dengan pulpen warna biru, merah, hitam, hijau dsb), cukup dengan langsung entry ke komputer. Sehingga yang semula ada sekitar 6 lembar kertas kerja yang perlu diisikan, sekarang cukup 1 saja yaitu nurses notes (catatan keperawatan).
Sedangkan, contoh nyata yang dapat kita lihat di dunia keperawatan Indonesia yang telah menerapkan sistem informasi yang berbasis komputer adalah terobosan yang diciptakan oleh kawan-kawan perawat di RSUD Banyumas. Sebelum menerapkan sistem ini hal pertama yang dilakukan adalah membakukan klasifikasi diagnosis keperawatan yang selama ini dirasa masih rancu, hal ini dilakukan untuk menghilangkan ambiguitas dokumentasi serta memberikan manfaat lebih lanjut terhadap sistem kompensasi, penjadwalan, evaluasi efektifitas intervensi sampai kepada upaya identifikasi error dalam manajemen keperawatan. Sistem ini mempermudah perawat memonitor klien dan segera dapat memasukkan data terkini dan intervensi apa yang telah dilakukan ke dalam komputer yang sudah tersedia di setiap bangsal sehingga akan mengurangi kesalahan dalam dokumentasi dan evaluasi hasil tindakan keperawatan yang sudah dilakukan.
Pelayanan yang bersifat non-medis pun dengan adanya perkembangan teknologi informasi seperi sekarang ini semakin terbantu dalam menyediakan sebuah bentuk pelayanan yang semakin efisien dan efektif, dimana para calon klien rumah sakit yang pernah berobat atau dirawat di RS idak perlu lagi menunggu dalam waktu yang cukup lama saat mendaftarkan diri karena proses administrasi yang masih terdokumentasi secara manual di atas kertas dan membutuhkan waktu yang cukup lama mencari data klien yang sudah tersimpan, ataupun setelah sekian lama mencari dan tidak ditemukan akhirnya klien tersebut diharuskan mendaftar ulang kembali dan hal ini jelas menurunkan efisiensi RS dalam hal penggunaan kertas yang tentunya membutuhkan biaya. Bandingkan bila setiap klien didaftarkan secara digital dan semua data mengenai klien dimasukkan ke dalam komputer sehingga ketika data-data tersebut dibutuhkan kembali dapat diambil dengan waktu yang relatif singkat dan akurat.
Komunikasi adalah hal yang sangat penting bagi sebuah institusi perawatan kesehatan karena banyaknya bagian/departemen yang terlibat dalam proses perawatan pasien. Pelayanan dan manajer keperawatan harus memasukkan banyak data/informasi mengenai pasien mulai dari saat masuk hingga pasien pulang.
Saat ini komputer secara absolut penting untuk mengatur:
1. Makin kompleksnya masalah keuangan
2. Melaporkan permintaan beberapa bagian/departemen
3. Kebutuhan komunikasi dari tim perawatan kesehatan yang berbeda
4. Pengetahuan yang relevan untuk perawatan pasien
Komputer mempengaruhi praktek, administrasi, pendidikan serta penelitian, dan dampaknya akan terus meluas. Abad informasi bagi masyarakat yang besar merupakan sejarah baru dalam perubahan teknologi, dan akan terus berkembang mempengaruhi kehidupan dan pekerjaan selama beberapa dekade.
A. Perspektif Sejarah
Komputer telah dikenal sekitar lima puluh tahun yang lalu, tetapi rumah sakit lambat dalam menangkap revolusi komputer. Saat ini hampir setiap rumah sakit menggunakan jasa komputer, setidaknya untuk manajemen keuangan.
Perawat terlambat mendapatkan manfaat dari komputer, usaha pertama dalam menggunakan komputer oleh perawat pada akhir tahun 1960-an dan 1970-an mencakup:
1. Automatisasi catatan perawat untuk menjelaskan status dan perawatan pasien.
2. Penyimpanan hasil sensus dan gambaran staf keperawatan untuk analisa kecenderungan masa depan staf.
Pada pertengahan tahun 1970-an, ide dari sistem informasi rumah sakit (SIR) diterapkan, dan perawat mulai merasakan manfaat dari sistem informasi manajemen. Pada akhir tahun 1980-an memunculkan mikro-komputer yang berkekuatan besar sekali dan perangkat lunak untuk pengetahuan keperawatan seperti sistem informasi manajemen keperawatan (SIMK)
B. Sistem Informasi Rumah Sakit (SIR)
Sistem informasi rumah sakit (SIR) sangat luas, desain sistem komputer yang komplek untuk menolong komunikasi dan mengatur informasi yang dibutuhkan dari sebuah rumah sakit. Sebuah SIR akan diaplikasikan untuk perijinan, catatan medis, akuntansi, kantor, perawatan, laboratorium, radiologi, farmasi, pusat supali, mutrisi/pelayanan makan, personel dan gaji. Jumlah aplikasi-aplikasi lain dapat dimasukkan bagi beberapa bagian/departemen dan untuk beberapa tujuan yang praktikal.
Manajer-manajer perawat perlu mengenal komputer, yang mencakup mengenal istilah umum yang digunakan komputer. Pada masa depan dapat diharapkan bahwa semua pekerjaan perawat akan dipengaruhi oleh komputer, dan beberapa posisi baru akan dikembangkan bagi perawat-perawat di bidang komputer.
C. Penggunaan Sistem Informasi Manajemen Keperawatan (SIMK)
Sistem informasi manajemen keperawatan (SIMK) merupakan paket perangkat lunak yang dikembangkan secara khusus untuk divisi pelayanan keperawatan. Paket perangkat lunak ini mempunyai program-program atau modul-modul yang dapat membentuk berbagai fungsi manajemen keperawatan. Kebanyakan SIMK mempunyai modul-modul untuk :
1. Mengklasifikasikan pasien
2. Pambentukan saraf
3. Penjadwalan
4. Catatan personal
5. Laporan bertahap
6. Pengembangan anggaran
7. Alokasi sumber dan pengendalian biaya
8. Analisa kelompok diagnosa yang berhubungan
9. Pengendalian mutu
10. Catatan pengembangan staf
11. Model dan simulasi untuk pengembilan keputusan
12. Rencana strategi
13. Rencana permintaan jangka pendek dan rencana kerja
14. Evolusi program
Modul SIMK untuk klasifikasi pasien, pengaturan staf, catatan personal, dan laporan bertahap sering berhubungan. Pasien diklasifikasikan menurut kriterianya. Informasi klasifikasi pasien dihitung berdasarkan formula beban kerja. Juga susunan pegawai yang dibutuhkan dan susunan pegawai yang sebenarnya dapat dibuat.
SIMK dan komputer dapat membuat perawatan pasien lebih efektif dan ekonomis. Perawat-perawat klinis menggunakannya untuk mengatur perawatan pasien, termasuk di dalamnya sejarah pasien, rencana perawatan, pemantauan psikologis dan tidak langsung, catatan kemajuan perawatan dan peta kemajuan. Hal ini dapat dilakukan di semua kantor/ruang perawat.
Perawat-perawat klinis dapat menggunakan SIMK untuk mengganti sistem manual pada pencatatan data. Hal ini dapat mengurangi biaya sekaligus memungkinkan peningkatan kualitas dari perawatan. Dengan sistem informasi usia, manajer perawat dapat merencanakan karier untuk mereka sendiri dan perawat klinis mereka. Karier baru di SIMK mungkin satu jawaban untuk perawat.
D. Manajemen Asuhan Keperawatan
1. Model dalam Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan
1) Metode Kasus
2) Metode Fungsional
3) Metode Perawatan Tim
4) Metode Perawatan Primer
5) Metode Keperawatan Modular
6) Metode Manajemen Kasus
2. Issue-issue dalam Manajemen Asuhan Keperawatan
Ada banyak issue-issue yang berkembang dalam manajemen asuhan keperawatan dimasa yang akan datang, beberapa diantaranya adalah :
1) Robotik
Robot akan membnatu perawat dalam menjelaskan beberapa tugas. Hal yang paling praktis dengan menggunakan robot yaitu penggunaan kartu elektronik, dimana digunakan untuk penyimpanan dan transpor obat-obatan, kain-kain dan persediaan-persediaan lain. Contoh lain yaitu tangan robot yang dapat digunakan untuk mengangkat yang berat. Kemungkinan aplikasi dimasa yang akan datang termasuk prosedur-prosedur yang tidak dapat untuk dibentuk seperti mata, otak, atau perbedaan tulang belakang atau prosedur dimana kontak secara langsung merupakan kontra indikasi untuk bahaya kesehatan. Seperti seorang pasien dengan tidak ada sistem kekebalan.
2) Komunikasi Suara
Komunikasi suara akan membantu perawat untuk berbicara dengan komputer mereka. Keyboard dan pembaca bar code tidak akan dibutuhkan untuk memasukkan atau mendapatkan kembali informasi komputer akan diminta untuk menampilkan informasi atau untuk mencatatnya dengan perintah suara.
3) Sistem Ahli dan Inteligensia Buatan
Kecenderungan masa depan lainnya adalah sistem ahli dan inteligensia buatan. Manajer perawat mempunyai akses ke kuantitas informasi yang besar yang memungkinkan mebantu mereka dalam membuat keputusan setiap hari. Dengan sistem ahli, manajer perawat dapat mengidentifikasi situasi manajemen, kriteria pendefinisian masalah, dan tujuan dari penanganan situasi. Manajer perawat kemudian mengevaluasi alternatif dan membuat keputusan.
Sistem ahli membuat kode pengetahuan yang relevan dan pengalaman dari ahli-ahli dan untuk memungkinkannya ada pada orang yang kurang berpengetahuan dan kurang berpengalaman. Suatu contoh dimana diperlukannya pengetahuan dan pengalaman total dari spesialis perawat klinis dibidang keperawatan ilmu neurologi, hal ini kemudian dikodekan dalam program komputer, dan dimungkinkannya ada untuk perawat melaksanakan klinis di area ilmu neurologi. Mereka akan mengkonsultasikannya untuk memecahkan masalah asuhan keperawatan.
3. Sistem Klasifikasi Pasien
Dalam menentukan kebutuhan tenaga di ruang rawat, perawat perlu memantau klasifikasi klien. Sistem klasifikasi pasien adalah pengelompokan pasien berdasarkan kebutuhan perawatan yang secara klinis dapat diobservasikan oleh perawat. Pada dasarnya sistem klasifikasi pasien ini mengelompokkan pasien sesuai dengan ketergantungannya dengan perawat atau waktu dan kemampuan yang dibutuhkan untuk memberi asuhan keperawatan yang dibutuhkan.
Tujuan klasifikasi pasien adalah untuk mengkaji pasien dan pemberian nilai untuk mengukur jumlah usaha yang diperlukan untuk memenuhi perawatan yang dibutuhkan pasien (Gillies, 1994). Menurut Swanburg, tujuan klasifikasi pasien adalah untuk menentukan jumlah dan jenis tenaga yang dibutuhkan dan menentukan nilai produktivitas.
Sistem klasifikasi pasien oleh Swanburg (1999) adalah sebagai berikut :
1) Kategori I : Self care
Biasanya membutuhkan waktu : 2 jam dengan waktu rata-rata efektif 1,5 jam/24 jam.
2) Kategori II : Minimal care
Biasanya membutuhkan 3 – 4 jam dengan waktu rata-rata efektif 3,5 jam/24 jam.
3) Kategori III : Moderate care atau Intermediate care
Biasanya membutuhkan 5 – 6 jam dengan waktu rata-rata efektif 5,5 jam/24 jam.
4) Kategori IV : Extensive care atau Modified Intensive care
Biasanya membutuhkan 7– 8 jam dengan waktu rata-rata efektif 7,5 jam/24 jam.
5) Kategori V : Intensive care
Biasanya membutuhkan 10 – 14 jam dengan waktu rata-rata efektif 12 jam/24 jam.
4. Jenis kegiatan dalam asuhan keperawatan
Beban kerja seorang perawat pelaksana juga ditentukan oleh jenis kegiatan yang harus dilakukannya. Dalam memberikan pelayanan keperawatan Gillies (1994) ada tiga jenis bentuk kegiatan yaitu:
1) Kegiatan perawatan langsung
Adalah aktivitas perawatan yang diberikan oleh perawat yang ada hubungan secara khusus dengan kebutuhan fisik, psikologis dan spiritual pasien. Kebutuhan ini meliputi: komunikasi, pemberian obat, pemberian makan dan minum, kebersihan diri, serah terima pasien dan prosedur tindakan, seperti: mengukur tanda vital merawat luka, persiapan operasi, melaksanakan observasi, memasang dan observasi infus, memberikan dan mengontrol pemasangan oksigen.
2) Kegiatan perawatan tidak langsung
Adalah kegiatan tidak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan untuk menyusun rencana perawatan, menyiapkan/memasang alat, melakukan konsultasi dengan anggota tim, menulis dan membaca catatan kesehatan/perawatan, melaporkan kondisi pasien, melaksanakan tindak lanjut dan melakukan koordinasi.
3) Kegiatan pengajaran/penyuluhan
Adalah kegiatan penyuluhan kesehatan yang diberikan pada pasien dan bersifat individual. Hal ini dimaksudkan agar materi pengajaran/penyuluhan sesuai dengan diagnosa, pengobatan yang ditetapkan, dan keadaan pola hidup pasien. Umumnya pasien memerlukan arahan yang meliputi tingkat aktivitas, pengobatan serta tindak lanjut perawatan dan dukungan masyarakat/keluarga.

Jumat, 24 Desember 2010

askep Kejang demam


A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
2. Patofisiologi
a. Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui etiologinya).
1) Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik
Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith – Lemli – Opitz.
2) Ekstra kranial
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.
3) Idiopatik
Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)
b. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
c. Manifestasi klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsy.
untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu :
1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)
2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever
Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.
3. Klasifikasi kejang
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.
a. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
b. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.
4. Diagnosa banding kejang pada anak
Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan mioklonus nokturnal benigna.
a. Gemetar
Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering membingungkan terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini dapat terlihat pada anak normal dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia, hipokapnia dengan hiperiritabilitas neuromuskular, bayi dengan ensepalopati hipoksik iskemi dan BBLR. Gemetar adalah gerakan tremor cepat dengan irama dan amplitudo teratur dan sama, kadang-kadang bentuk gerakannya menyerupai klonik .
b. Apnea
Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti napas 3-6 detik dan sering diikuti hiper sekresi selama 10 – 15 detik. Berhentinya pernafasan tidak disertai dengan perubahan denyut jantung, tekanan darah, suhu badan, warna kulit. Bentuk pernafasan ini disebut pernafasan di batang otak. Serangan apnea selama 10 – 15 detik terdapat pada hampir semua bagi prematur, kadang-kadang pada bayi cukup bulan.
Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada BBLR perlu di curigai adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan batang otak. Pada keadaan ini USG perlu segera dilakukan. Serangan Apnea yang termasuk gejala kejang adalah apabila disertai dengan bentuk serangan kejang yang lain dan tidak disertai bradikardia.
c. Mioklonus Nokturnal Benigna
Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua orang waktu tidur. Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa pergerakan fleksi pada jari persendian tangan dan siku yang berulang. Apabila serangan tersebut berlangsung lama dapat dapat disalahartikan sebagai bentuk kejang klonik fokal atau mioklonik. Mioklonik nokturnal benigna ini dapat dibedakan dengan kejang dan gemetar karena timbulnya selalu waktu tidur tidak dapat di stimulasi dan pemeriksaan EEG normal. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan
5. Penatalaksanaan
Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang merupakan tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.
Penatalaksanaan Umum terdiri dari :
a. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati
b. Memonitor pernafasan dan denyut jantung
c. Usahakan suhu tetap stabil
d. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain
e. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena
Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 – 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.
Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.
Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan alasan
a. Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya
b. Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan
c. Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah.
6. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik, pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :
1) hakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
2) Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
3) Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
4) Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
5) Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma subdural. Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.
6) Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
7) Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
b. Pemeriksaan laboratorium
Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi.
Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu
1) Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.
2) Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan analisis gas darah.
3) Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal
4) Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
5) Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis.
6) Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis yang pasti yaitu mencakup :
a) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic
b) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella, citomegalovirus dan virus herpes.
c) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari aturan baku
d) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular, dan vertikular
e) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak
e) Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi positif dengan ubun – ubun besar tegang, membenjol dan kepala membesar.
7. Tumbuh kembang pada anak usia 1 – 3 tahu
1. Fisik
f. Ubun-ubun anterior tertutup.
g. Physiologis dapat mengontrol spinkter
2. Motorik kasar
a. Berlari dengan tidak mantap
b. Berjalan diatas tangga dengan satu tangan
c. Menarik dan mendorong mainan
d. Melompat ditempat dengan kedua kaki
e. Dapat duduk sendiri ditempat duduk
f. Melempar bola diatas tangan tanpa jatuh
3. Motorik halus
a. Dapat membangun menara 3 dari 4 bangunan
b. Melepaskan dan meraih dengan baik
c. Membuka halaman buku 2 atau 3 dalam satu waktu
d. Menggambar dengan membuat tiruan
4. Vokal atau suara
a. Mengatakan 10 kata atau lebih
b. Menyebutkan beberapa obyek seperti sepatu atau bola dan 2 atau 3 bagian tubuh
5. Sosialisasi atau kognitif
a. Meniru
b. Menggunakan sendok dengan baik
c. Menggunakan sarung tangan
d. Watak pemarah mungkin lebih jelas
e. Mulai sadar dengan barang miliknya
8. Dampak hospitalisasi
Pengalaman cemas pada perpisahan, protes secara fisik dan menangis, perasaan hilang kontrol menunjukkan temperamental, menunjukkan regresi, protes secara verbal, takut terhadap luka dan nyeri, dan dapat menggigit serta dapat mendepak saat berinteraksi.
Permasalahan yang ditemukan yaitu sebagai berikut :
a) Rasa takut
1) Memandang penyakit dan hospitalisasi
2) Takut terhadap lingkungan dan orang yang tidak dikenal
3) Pemahaman yang tidak sempurna tentang penyakit
4) Pemikiran yang sederhana : hidup adalah mesin yang menakutkan
5) Demonstrasi : menangis, merengek, mengangkat lengan, menghisap jempol, menyentuh tubuh yang sakit berulang-ulang.
b. Ansietas
1) Cemas tentang kejadian yang tidakdikenal
2) Protes (menangis dan mudah marah, (merengek)
3) Putus harapan : komunikasi buruk, kehilangan ketrampilan yang baru tidak berminat
4) Menyendiri terhadap lingkungan rumah sakit
5) Tidak berdaya
6) Merasa gagap karena kehilangan ketrampilan
7) Mimpi buruk dan takut kegelapan, orang asing, orang berseragam dan yang memberi pengobatan atau perawatan
8) Regresi dan Ansietas tergantung saat makan menghisap jempol
9) Protes dan Ansietas karena restrain
c. Gangguan citra diri
1) Sedih dengan perubahan citra diri
2) Takut terhadap prosedur invasive (nyeri)
3) Mungkin berpikir : bagian dalam tubuh akan keluar kalau selang dicabut
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.
Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang.
1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot. Gerakan involunter
2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan.
4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus spinkter
5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi
6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra
7. Riwayat jatuh / trauma
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular
3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
3. INTERVENSI
Diagnosa 1
Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
Tujuan
Cidera / trauma tidak terjadi
Kriteria hasil
Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan
Intervensi
Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang. Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang. Lindungi klien dari trauma atau kejang.
Berikan kenyamanan bagi klien. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan
Diagnosa 2
Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular
Tujuan
Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
Kriteria hasil
Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam batas normal
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler. Lakukan penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi
Diagnosa 3
Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
Tujuan
Aktivitas kejang tidak berulang
Kriteria hasil
Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal
Intervensi
Kaji factor pencetus kejang. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien. Observasi tanda-tanda vital. Lindungi anak dari trauma. Berikan kompres dingin pda daerah dahi dan ketiak.
Diagnosa 4
Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
Tujuan
Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
Kriteria hasil
Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi
Intervensi
Kaji tingkat mobilisasi klien. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.
Diagnosa 5
Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien. Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.
6. EVALUASI
1. Cidera / trauma tidak terjadi
2. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
3. Aktivitas kejang tidak berulang
4. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
5. Penghttp://askep.blogspot.com/2008/01/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan_2591.htmletahuan keluarga meningkat

Asuhan Keperawatan Kejang demam

I. PENGERTIAN
a). Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu meningkat disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
b). Kejang adalah pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel syaraf cortex serebral yang ditandai dengan serangan yang tiba – tiba (marillyn, doengoes. 1999 : 252)
II. ETIOLOGI
Penyebab dari kejag demam dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu :
1. Obat – obatan
racun, alkhohol, obat yang diminum berlebihan
2. Ketidak seimbangan kimiawi
hiperkalemia. Hipoglikemia dan asidosis
3. Demam
paling sering terjadi pada anak balita
4. Patologis otak
akibat dari cidera kepala, trauma, infeksi, peningkatan tik
5. Eklampsia
hipertensi prenatal, toksemia gravidarum
6. Idiopatik
penyebab tidak diketahui
III. PATOFISIOLOGI

  
IV. MANIFESTASI KLINIK
Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu :
1. Kejang demam sementara
· Umur antara 6 bulan – 4 tahun
· Lama kejang <15 menit
· Kejang bersifat umum
· Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah timbulnya demam
· Tidak ada kelainan neurologis, baik klinis maupun laboratorium
· Eeg normal 1 minggu setelah bangkitan kejang
2. Kejang demam komplikata
· Diluar kriteria tersebut diatas
V. KOMPLIKASI DARI KEJANG DEMAM
1. hipoksia
2. hiperpireksia
3. asidosis
4. ernjatan atau sembab otak
VI. FASE – FASE KEJANG DEMAM
1. Fase prodromal
Perubahan alam perasaan atau tingkah laku yang mungkin mengawali kejang beberapa jam/ hari
2. Fase iktal
Merupakan aktivitas kejang yag biasanya terjadi gangguan muskulosketal.
3. Fase postiktal
Periode waktu dari kekacauan mental atau somnolen, peka rangsang yang terjadi setelah kejang tersebut.
4. Fase aura
Merupakan awal dari munculnya aktivitas kejang, yang biasanya berupa gangguan penglihatan dan pendengaran.
VII. PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Pemberian diazepam
· dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/ kg bb/ dosis iv (perlahan )
· bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosisi ulangan setelah 20 menit
2. Turunkan demam
· anti piretik : para setamol atau salisilat 10 mg/ kg bb/ dosis
· kompres air biasa
3. Penanganan suportif
· bebaskan jalan nafas
· beri zat asam
· jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
· pertahankan tekanan darah
VIII. PENCEGAHAN KEJANG DEMAM
1. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam dan anti piretika pada penyakit yang disetai demam.
2. Pencegahan kontinu untuk kejang komplikata
· fenobarbital : 5 – 7 mg/ kg BB/ 24 jam dibagi 3 dosis
· fenotoin : 2- 8 mg/ kg BB/ 24 jam 2 - 3 dosis
· klonazepam : indikasi khusus
3. Diberikan sampai 2 tahun bebas kejang atau sampai umur 6 tahun
IX. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Elektrolit : tidak seimbang dapat berpengaruh pada aktivitas kejang
2. Glukosa : hipoglikemia dapat menjadi presipitasi (pencetus) kejang.
3. Ureum/ kreatinin : dapat maningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang
4. Kadar obat dalam serum : untuk membuktikan batas obat anti konvulsi yang terapeutik.
5. Elektroensepalogram (eeg) : dapat melokalisir daerah serebral yang tidak berfungsi dengan baik, mengukur aktivitas otak.
X. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Data Dasar Pasien
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas
Tanda : perubahan tonus dan kekuatan
2. Sirkulasi
Gejala : iktal : hiertensi, peningkatan nadi, sianosis
Postiktal : depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
3. Elimnasi
Gejala : inkontinensia episodik
Tanda : iktal : peningkatan tekanan kandung kemih
Posiktal : inkontenensia urine
4. Makanan dan cairan
Gejala : sensitivitas terhadap makanan, mual, muntah
Tanda : kerusakan jaringan lunak (cidera selama kejang)
5. Neurosensori/ kenyamanan
Gejala : riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsang, pusing
Postiktal : kelemahan, nyeri otot, area paralitik
6. Pernafasan
Gejala : iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun/ cepat, peningkatan sekresi mukus
B. Diagnosa Yang Mungkin Muncul
1. Resiko terhadap penghentian pernafasan barhubungan dengan kelemahan dan kehilangan koordinasi otot besar dan kecil
2. Bersihkan jalan nafas inefektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial dan peningkatan sekresi mukus
C. Intervensi Keperawatan
DX 1 : Resiko Terhadap Penghentian Pernafasan Berhubungan Dengan Kelemahan Dan Kehilangan Koordinasi Otot Besar Dan Kecil
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan penghentian pernafasan tidak terjadi
Kriteria hasil :
RR dalam batas normal (16 – 20 x/ menit )
Tak kejang
Klien mengungkapkan perbaikan pernafasannya
Intervensi :
1. Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur dengan tempat tidur rendah
R/ : mengurangi trauma saat kejang
2. Masukan jalan nafas buatan yang terbuat dari plastik / biarkan pasien menggigit benda lunak atara gigi.
R/ : menurunkan resiko terjadinya trauma mulut
3. Observasi TTV
R/ : menentukan kegawatan kejang dan intervensi yang sesuai
4. catat tipe dari aktivitas kejang
R/ : membantu untuk melokalisir daerah otak
5. Lakukan penilaian neurologis, tingkat kesadaran, orientasi
R/ : mencatat keadaan postiktal dan waktu penyembuhan
6. Biarkan tingkah laku “ automatik” tanpa menghalangi
R/ : untuk menghindari cidera atau trauma yang lebih lanjut
7. Kolaborasi dalam pemberian obat anti convulsi
R/ : untuk mencegah kejang ulangan
DX 2 : Bersihan Jalan Nafas Inefektif Berhubungan Dengan Peningkatan Sekresi Mukus, Obstruksi Jalan Nafas
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil : sekresi mukus berkurang
tak kejang
gigi tak menggigit
Intervensi :
1. Anjurkan klien mengosongkan mulut dari benda
R/ : menurunkan aspirasi atau masukanya benda asing ke faring
2. Letakan klien pada posisi miring dan permukaan datar
R/ : mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas
3. Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen
R/ : untuk memfasilitasi usaha bernafas
4. Masukan spatel lidah
R/ : untuk membuka rahang dan mencegah tergigitnya lidah
5. Lakukan penghisapan lendir
R/ : menurunkan resiko aspirasi
DAFTAR PUSTAKA
Marillyn, doengoes. 2001. rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC
Sylvia, A. pierce.1999. patofisologi konsep klinis. Proses penyakit. Jakarta : EGC
http://catatanperawat.byethost15.com/asuhan-keperawatan/asuhan-keperawatan-kejang-demam/

Demam

Definisi
Demam adalah salah satu reaksi tubuh terhadap adanya infeksi. Kisaran suhu normal adalah sekitar 370C (derajat celcius). Jika suhu yang diukur lewat dubur lebih tinggi dari 38,0 derajat celcius, maka dianggap demam. Pada keadaan normal, suhu tubuh cenderung paling tinggi pada pukul 4 sore dan paling rendah pada pukul 4 pagi. Pada bayi di bawah usia 1 tahun, peningkatan suhu yang hanya sedikit saja bisa menandakan adanya infeksi. Pada bayi yang baru dilahirkan, suhu tubuh yang lebih rendah dari normal mungkin juga menunjukkan adanya penyakit yang serius.
Gejala
Tergantung dari apa yang menyebabkan demam, gejala yang sering menyertai demam antara lain:
  1. Berkeringat
  2. Menggigil
  3. Sakit kepala
  4. Nyeri otot
  5. Nafsu makan menurun
  6. Lemas
  7. Dehidrasi
Demam yang sangat tinggi, lebih dari 39,0 derajat celcius, dapat menyebabkan:
  1. Halusinasi
  2. Kejang
Pemeriksaan
Alat yang digunakan untuk mengukur suhu tubuh adalah termometer. Ada beberapa macam termometer tergantung penggunaannya. Termometer yang digunakan untuk mengukur suhu melalui liang telinga berbeda dengan termometer yang digunakan untuk mengukur suhu melalui dubur maupun melalui mulut. Skala yang digunakan juga berbeda-beda. Yang lebih sering digunakan adalah termometer dengan skala digital. Termometer yang menggunakan raksa sudah mulai ditinggalkan karena potensi bahaya yang bisa timbul jika termometer pecah dan raksa mengalir keluar. Amat sangat tidak dianjurkan untuk mengukur suhu tubuh hanya dengan menempelkan telapak tangan atau punggung tangan di dahi atau pipi.
Ada 3 cara untuk mengukur suhu tubuh, yaitu: melalui dubur, mulut dan di bawah ketiak. Yang perlu diingat adalah suhu yang diukur melalui dubur lebih tinggi 0,5 derajat celcius dibandingkan suhu yang diukur melalui mulut. Suhu yang diukur di bawah ketiak lebih rendah 0,5 derajat celcius dibandingkan suhu yang diukur melalui mulut. Cara yang mana saja dapat digunakan sesuai situasi dan kondisi yang mungkin. Yang penting saat berkonsultasi dengan dokter jangan lupa disebutkan bagaimana cara mengukur suhu tubuhnya.
Langkah-langkah untuk mengukur suhu tubuh melalui dubur (untuk bayi):
  1. beri jeli atau pelumas pada ujung termometer
  2. baringkan bayi dalam posisi tengkurap
  3. masukkan ujung termometer ke dalam dubur bayi kurang lebih sedalam 3,5 cm
  4. diamkan selama 3 menit, bayi tetap dalam posisi tengkurap
  5. keluarkan termometer dari dubur bayi dan bacalah hasilnya
Langkah-langkah untuk mengukur suhu tubuh melalui mulut:
  1. letakkan ujung termometer di bawah lidah
  2. tutup mulut selama 3 menit
  3. keluarkan termometer dari mulut dan bacalah hasilnya
Langkah-langkah untuk mengukur suhu tubuh di bawah ketiak:
  1. letakkan termometer di bawah ketiak dengan posisi lengan ke arah bawah
  2. silangkan lengan di depan dada
  3. tunggu sekitar 5 menit
  4. keluarkan dan baca hasilnya
Pengobatan
Jika setelah diukur dengan termometer terbukti demam, maka Anda dapat melakukan beberapa hal, tergantung suhu yang terukur, yaitu:
  1. Jika suhu tubuh tidak lebih dari 38,9 derajat celcius maka tidak perlu diberikan obat penurun demam
  2. Jika suhu tubuh melebihi 38,9 derajat celcius, maka dapat digunakan obat penurun demam seperti acetaminofen atau paracetamol, dengan dosis 10-15 mg/kg berat badan/kali
  3. Jangan berikan aspirin pada anak-anak karena dapat menyebabkan efek samping yang  dapat menyebabkan kematian
Yang perlu diperhatikan lagi adalah kebutuhan cairan. Demam meningkatkan kebutuhan akan cairan. Setiap kenaikan suhu tubuh sebesar 1 derajat celcius, maka kebutuhan cairan meningkat sebanyak 12,5%. Oleh karena itu, orang yang demam tidak boleh kekurangan cairan sehingga disarankan untuk banyak minum.
Pada kasus-kasus seperti di bawah ini sangat dianjurkan untuk segera berkonsultasi dengan dokter, yaitu:
  1. bayi berusia kurang dari 3 bulan dengan suhu dubur sama dengan atau lebih dari 38 derajat celcius
  2. bayi berusia lebih dari 3 bulan dengan suhu dubur sama dengan atau lebih dari 38,9 derajat celcius
  3. bayi yang baru dilahirkan dengan suhu dubur kurang dari 38,1 derajat celcius
  4. anak berusia kurang dari 2 tahun dengan demam lebih dari 1 hari
  5. anak berusia 2 tahun atau lebih dengan demam lebih dari 3 hari
  6. orang dewasa dengan suhu dubur lebih dari 39,4 derajat celcius atau demam lebih dari 3 hari
  7. jika demam disertai gejala-gejala seperti: sakit kepala berat, pembengkakan hebat pada tenggorokan, ruam kulit, mata menjadi sensitif terhadap cahaya terang
  8. kaku pada leher dan nyeri saat kepala ditundukkan
  9. gangguan kesadaran
  10. muntah yang terus menerus
  11. sulit bernapas atau nyeri dada
  12. nyeri perut atau nyeri saat buang air kecil
s